• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Memahami Suasana Kebatinan

img

Memahami Suasana Kebatinan

Oleh: Rahmat Setiadi


Pada suatu ketika penulis pernah mendengar cerita seorang kawan. Dia adalah seorang relawan kemanusiaan yang sering membantu orang-orang paska mendapatkan dampak bencana alam baik itu gempa bumi, banjir, ataupun bencana alam lainnya. Dalam sebuah obrolan katanya dia mendengar percakapan antara seorang pejabat yang berwenang yang berasal dari kabupaten dengan salah seorang korban dampak bencana di salah satu kecamatan di Garut Selatan. Pada waktu itu sekitar lima belas tahun yang lalu di Garut Selatan ada kejadian gempa bumi. Dari kejadian gempa itu banyak sekali rumah-rumah penduduk yang hancur bahkan ada juga korban jiwa.


Dalam obrolan tersebut kawan penulis mendengar nasihat yang disampaikan oleh pejabat yang berwenang yang datang dari ibu kota kabupaten kepada salah seorang korban terdampak bencana alam. Pejabat itu berkata: “ Mohon sabar ya, Pak! ini sudah takdir Allah. Tidak perlu bapak berlarut-larut dalam kesedihan”. Lalu si Bapak yang menjadi korban terdampak itu menjawab: “Enak saja bapak menyuruh saya bersabar. Hari ini saya tidak butuh nasehat bapak untuk saya bersabar. Hari ini saya membutuhkan uang untuk memperbaiki rumah, rumah saya hancur. Hari ini saya butuh makanan, saya sudah lapar. Saya dan keluarga belum pada makan”.


Dari secuil obrolan di atas penulis berpendapat bahwa tidak ada kata-kata yang salah dari pejabat kabupaten itu, tetapi mengapa dia malah mendapatkan jawaban yang cukup mengejutkan dari sang korban terdampak bencana alam. Memang sudah sepantasnya orang yang terkena musibah untuk bersabar. Islam sudah mengajarkan kepada umatnya untuk bersabar ketika diberikan musibah. Pertanyaannya mengapa antara pernyataan yang baik dari pejabat kabupaten itu dengan jawaban dari sang korban terdampak bencana alam tersebut menjadi kontradiktif. 


Jawabannya adalah mungkin karena “Suasana Kebatinan”. Suasana kebatinan ternyata bisa menghasilkan produk perilaku dan produk retorika. Walaupun tidak menjadi sebuah generalisasi bisa jadi orang yang bermuka masam dan berkata-kata kasar dipastikan suasana kebatinannya sedang bermasalah. Sebaliknya bisa jadi orang yang bermuka manis dan kata-katanya lembut itu pun dipastikan suasana kebatinannya sedang nyaman, sedang tenang dan enjoy. Suasana kebatinan ada yang bersifat positif dan ada pula yang bersifat negatif.


Maka kemungkinan besar si Bapak yang terdampak korban tersebut suasana kebatinannya sedang bermasalah, suasana kebatinannya sedang dalam posisi negatif sehingga siapapun yang memberi nasihat dianggap memperuncing masalah bagi dirinya bukan memberikan solusi bagi dirinya sehingga dia memberikan reaksi yang sensitif. Hal itu memang sangat lumrah karena bisa jadi dalam  posisi tertentu semua orang memiliki potensi seperti si Bapak yang terdampak bencana alam tersebut. Orang akan marah dan tersinggung ketika mendengar pernyataan orang lain walaupun pernyataan tersebut sebetulnya ketika diperhatikan dari kaidah dan retorikanya baik. Itulah reaksi yang ditimbulkan dari suasana kebatinan. Suasana kebatinan sangat berpengaruh pada sikap, perilaku, dan kata-kata.

           

Pertanyaan selanjutnya apakah suasana kebatinan itu?

Suasana kebatinan adalah suatu keadaan atau atmosfer yang membangkitkan perasaan spiritual, kontemplatif, dan introspektif, atau sebaliknya serta dapat membawa manfaat atau mudharat bagi kesehatan mental dan spiritual seseorang. Suasana kebatinan seringkali dikaitkan dengan kegiatan spiritual, meditasi, atau refleksi diri. Suasana kebatinan sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di sekitarnya. Kondisi yang dimaksud bisa datang dari manusia itu sendiri atau orang-orang di sekitarnya, bisa instrinsik atau ekstrinsik.


Ciri-ciri suasana kebatinan yang positif

1. Suasana kebatinan seringkali diiringi dengan perasaan tenang dan damai.

2. Kontemplatif: Suasana kebatinan mendorong seseorang untuk melakukan refleksi diri dan

    introspeksi.

3. Suasana kebatinan seringkali dikaitkan dengan kegiatan spiritual atau religius.


Manfaat suasana kebatinan yang positif

1. Mengurangi stres dan kecemasan.

2. Meningkatkan kesadaran diri dan memahami diri sendiri.

3. Meningkatkan ketenangan batin dan perasaan bahagia.


Ciri-ciri suasana kebatinan yang negatif

1. Suasana kebatinan seringkali diiringi dengan perasaan resah dan gelisah.

2. Suasana kebatinan yang tidak mendorong seseorang untuk melakukan refleksi

    diri dan introspeksi.

3. Suasana kebatinan yang tidak terkait dengan kegiatan spiritual atau religius.


Dampak suasana kebatinan yang negatif

1. Menimbulkan suasana stres dan kecemasan.

2. Menghilangkan kesadaran diri dan tidak mampu memahami diri sendiri.

3. Lemahnya ketenangan batin dan perasaan bahagia yang mati rasa


Untuk memahami suasana kebatinan seseorang, maka kita dapat melakukan beberapa hal berikut:

1.  Dengarkan dengan empati: Berikan perhatian penuh dan dengarkan apa yang

     mereka katakan tanpa menghakimi atau memberikan penilaian. Cara ini akan

     memberikan ruang untuk mengeksplorasi perasaan yang sedang dialami serta 

     tidak menjadi pemantik yang negatif dari suasana kebatinan seseorang.

2.  Tanyakan dengan bentuk pertanyaan terbuka: Ajukan pertanyaan yang

     memungkinkan mereka untuk berbagi perasaan dan pikiran mereka secara lebih 

     mendalam. Ini pun bagian dari upaya memfasilitasi agar seseorang tersugesti

     untuk lebih berani mengungkapkan perasaannya. Bentuk ini merupakan upaya

     meningkatkan komunikasi yang efektif dan mendukung.

3.  Perhatikan bahasa tubuh: Perhatikan bahasa tubuh dan ekspresi wajah mereka

     untuk memahami perasaan dan emosi yang mereka alami. Kemampuan

     menafsirkan mimik wajah dan gimik akan lebih cepat memahami suasana

     kebatinan seseorang, apakah seseorang itu suasana hatinya bergembira atau 

     sedih. Bahasa tubuh melalui mimik wajah dan gimik merupakan gambaran 

     suasana hati.

4.  Jangan menghakimi: Jangan menghakimi atau memberikan penilaian tentang

      perasaan atau pikiran mereka. Semakin menghakimi, maka orang yang sedang 

      menderita akan merespon dengan negatif setiap kata-kata yang ia dengar.

5.  Tunjukkan empati dan pengertian: Tunjukkan bahwa kita memahami dan peduli

      dengan perasaan mereka. Dalam hal ini seorang empator harus memiliki 

      kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain, serta dapat 

      menempatkan diri pada posisi orang lain. Empati melibatkan kemampuan untuk 

      mengenali dan memahami emosi orang lain, serta dapat merespons dengan 

      cara yang mendukung dan peduli.

6. Berikan ruang: Berikan ruang bagi mereka untuk berpikir dan merasakan tanpa

      tekanan atau desakan. Waktu yang luas dan suasana terbuka akan sangat 

      berpengaruh kepada upaya mengeksplorasi menyampaikan persoalan bagi 

     orang-orang yang sedang menderita atau mempunyai masalah.

7. Jadilah pendengar yang baik: Jadilah pendengar yang baik dan berikan perhatian penuh  

     pada apa yang mereka katakan. Ketika orang yang mempunyai masalah sedang

     menyampaikan persoalan maka jangan pernah terjadi perdebatan antara pembicara dan 

     pendengar karena hal itu akan berakibat tidak  adanya penyelesaian dalam pemecahan 

     masalah.


Dengan melakukan hal-hal tersebut, mudah-mudahan kita dapat memahami suasana kebatinan seseorang dan membantu mereka merasa lebih nyaman dan perasaannya bisa didengar.


Ada contoh yang sempurna dalam rangka memahami suasana kebatinan seseorang seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW yang digambarkan dalam Al Qur’an Surat At Taubah ayat 128 yang artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”.


Ayat di atas menjelaskan karakter orang yang memiliki empati yakni ikut merasakan beratnya penderitaan orang yang sedang menderita (takaful), sangat menginginkan dan membantu keselamatan orang yang sedang menderita (ta’awun), dan mengasihi serta menyayangi orang yang sedang menderita (tarahum)


Baginda Rosul memiliki karakter yang memahami penderitaan manusia sehingga beliau memiliki empati terhadap penderitaan tersebut lalu beliau menempatkan diri seperti orang yang menderita, mengenali dan memahami emosi orang yang menderita serta merespon dengan cara yang mendukung dan peduli.


Agar kita menjadi empator yang bisa  memahami suasana kebatinan seseorang maka bukan saja secara lahiriyah melakukan beberapa aktivitas di atas, namun upaya mendekatkan diri kepada Allah merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa  ditawar-tawar lagi. Di antara upaya-upaya tersebut adalah:

1. Sering berdoa minta ditenangkan hati karena Alloh-lah yang bisa membolak-balikan hati.

2. Membaca Al Qur’an setiap hari karena dampak membaca Al Qur’an akan memberikan efek positif yakni

memberikan rasa tenang sehingga bisa memahami suasana kebatinan orang lain sekaligus menjaga suasana

kebatinan diri sendiri.

3. Rajin melakukan shalat malam (Qiyamul Lail). Ketika suasana tenang kita bisa  mengadukan berbagai macam

persoalan kepada yang kuasa sehingga harapannya Yang Maha Kuasa mengangkat kita kepada derajat terpuji.

4. Bertawakal kepada Alloh untuk mendapatkan rahmat-Nya.

 

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS.  Ali Imran ayat 159).


Wallahua'lam


995c632f-6c89-4e93-b383-6151cbe0f9d8.jpg

Rahmat Setiadi 

Kepala SMP Muhammadiyah Tarogong

Ketua Satkorwil  2 SMP

© Copyright 2024 - Muhammadiyahgarut.com: Gerakan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Added Successfully

Type above and press Enter to search.